Jumat, 27 Februari 2009

WACANA


Krisis Global

Hantu kembali melanda dunia, hantu krisis”. Demikianlah terjadinya krisis saat ini, yang mengingatkan orang akan hantu krisis 1997-1998. Penyebabnya sama, yaitu bermula dari krisis keuangan. Kalau Krisis 10 tahun yang lalu, melanda Negara-negara emerging markets kemudian menjadi krisis multidimensi terutama bagi Indonesia. Kini krisis keuangan serupa terjadi. Bedanya terjadi di Negara super kaya dan kuasa, Amerika Serikat, yang dengan cepat melanda Negara-negara Eropa. Krisis yang semula hanya krisis kredit perumahan kelas dua, kini berubah menjadi krisis sektor keuangan hebat yang menghancurkan para agen keuangan raksasa, dan telah berubah menjadi krisis sektor riil.
UNCTAD, sebuah organisasi PBB di bidang perdagangan dan pembangunan yang bergengsi, Selasa kemarin 7 Oktober mengeluarkan pernyataannya dalam menilai krisis keuangan global dewasa ini. UNCTAD menyebut krisis ini sebagai hasil dari inovasi keuangan besar-besaran yang lalu berubah menjadi “senjata penghancur masal keuangan”, mengutip istilah milyarder Warren Buffet, yang menyebabkan terjadinya apa yang dinamakan sebuah “krisis abad ini”. Menurut UNCTAD, adanya sistem rekayasa keuangan modern yang canggih kini terbukti merupakan kesalahan besar, karena hampir semua aktor di setiap tahap rekayasa keuangan, telah terjangkit euforia akan mendapat keuntungan besar, sehingga melupakan risiko terjadinya gagal bayar dari para pengutang. Rekayasa keuangan tanpa aturan yang ketat ini di AS sebenarnya sudah berlangsung lama. Ini adalah hasil dari disahkannya Gramm-Leach-Bliley Act tahun 1999 oleh Kongres AS yang didominasi Republik dan disahkan menjadi UU oleh Bill Clinton; untuk mengganti Glass-Steagall Act tahun 1933 yang menetapkan berbagai peraturan yang membatasi industri keuangan setelah depresi besar tahun 1929. Glass-Steagall Act ini melarang sebuah perusahaan keuangan untuk bermain di berbagai layanan keuangan, terutama tidak dibolehkan menjadi sebuah bank investasi dan sekaligus bank komersial, maupun sekaligus bank asuransi. Hal ini yang sekarang dilabrak oleh de-regulasi mazhab neo-liberal, terutama lewat operasi keuangan baru semacam hedge funds dan private equity funds.
[1] Korporasi-korporasi keuangan kini bermain sekaligus sebagai bank komersial, bank investasi serta bank asuransi tanpa kontrol siapapun.

Krisis global abad ini juga memunculkan kembali istilah ekonomi balon (bubble economy), yaitu ekonomi yang seolah-olah kelihatan besar, tetapi isinya kosong, dan bila terus ditiup, yang membesar itu lama-kelamaan akan meletus. Ini mengingatkan akan diktum Marx, nabinya kaum Sosialis, bahwa bangunan ekonomi seharusnya berasal dari kegiatan produksi, bukan dari kegiatan keuangan (perdagangan). Perdagangan uang yang membesar,difa silitasi oleh berbagai instrumen keuangan yang rumit dari portofolio bertingkat, nyatanya kini membawa pada krisis dahsyat abad ini.
Krisis keuangan yang kembali berubah menjadi krisis riil ini akan melanda siapa saja. Eropa yang terkena imbasnya oleh krisis di AS, kini bahkan mengalami krisis yang lebih dalam dan menjadi pusat episentrum gempa krisis. Sebuah survey internasional manufaktur pada tanggal 1 Oktober melaporkan terjadinya situasi yang memburuk , di mana output manufaktur dan order barang mulai terpuruk selama bulan September di AS, Eropa dan Jepang. Krisis akan semakin besar dan nyata di tahun depan (2009)
Di Indonesia, pemerintah sibuk menjelaskan bahwa Indonesia belum lagi terkena krisis dan pemerintah akan berusaha meminimalisir dampak krisis. Akan tetapi hingga kini, pemerintah hanya berusaha mengutak-atik instrumen moneter dan fiskal sebagai senjata penangkal, tanpa berusaha masuk ke masalah fundamental. Sudah jelas bahwa Indonesia sejak Krisis 1997/1998, belum benar-benar pulih. Apa sebabnya? Disamping masalah-masalah politik yang tidak banyak berubah, rejim ekonominya juga tidak berubah. Pemerintah sejatinya memelihara krisis. Kini krisis yang lebih besar akan melanda, di saat Indonesia masih terus bergulat dalam krisis.
Kita melihat bahwa krisis politik semenjak kejatuhan Soeharto, tidak memperoleh pemecahan fundamental. Akibatnya masyarakat selalu merasa tidak puas dengan pemerintah dan situasi politik yang terjadi. Bahkan walaupun telah ada hasil Pemilu 2004, sampai saat ini pemerintah yang dihasilkannya tidak membawa kepuasan bagi banyak pihak. Faktor utama yang adalah keinginan perubahan yang luas dan besar dari masyarakat, nyatanya hanya menghasilkan sebuah demokrasi yang koruptif dan main uang. Nyatanya hanya menghasilkan rezim politik Orde-Baru yang baru (Neo-Orba minus Soeharto) yang praktek politiknya hanya menghasilkan demokrasi elitis, yaitu penguatan elit-elit Orba di pusat dan daerah-daerah. Soeharto telah berhasil menciptakan dan melestarikan sebuah sistem Soehartois dan Soeharto-soeharto kecil. Meskipun ia telah tiada, nyatanya sistemnya tetap berjalan, lewat polesan-polesan dan kemasan-kemasan baru. Secara jelas, naiknya SBY-JK dan Partai Golkar sebagai pemenang Pemilu adalah cermin nyata dari Neo-Orba ini. Neo-Orba di bidang politik inilah yang menyebabkan ketidakpuasan masyarakat. Korupsi masih dan terus merajalela secara sistemik, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi kosmetik dari sistem koruptif tersebut. Tentu saja KPK melakukan ‘sesuatu’. Tetapi sesuatu itu tidak menjerat koruptor-koruptor kakap dan biangnya koruptor (terutama kroni-kroni dan anak-anak Soeharto dan kasus BLBI yang menyelamatkan kroni-kroni tersebut di masa krisis yang
lalu). Akibatnya krisis menjadi endemik di dalam sistem dan tidak ada pemecahannya. Sistem ekonominya juga Neo-Orba, yaitu metamorfosa dari Konglomerat kroni-kroni dan anak-anak Soeharto menjadi re-generasi konglomerasi baru. Orang-orangnya adalah anak-anak konglomerat atau survivor (penerus) dari yang lama. Rezim ekonomi ini akan terus melindungi dan mengedepankan kepentingan para usahawan besar ini. Rezim ekonominya tidak akan pernah menjadi ekonomi kerakyatan atau ekonomi pemerataan. Rezim ekonominya memeluk erat-erat paham neo-liberalisme. Portofolio kabinet ekonominya terdiri dari ekonom-ekonom neo-mafia Barkeley. Resep-resepnya tetap pertumbuhan ekonomi (artinya mempertahankan ekonomi-ekonomi besar saja sebagai penggerak ekonomi) dan penguatan pasar bebas secara konsisten (perdagangan bebas, rezim devisa bebas dan proyek-proyek liberalisasi ekonomi). Indonesia adalah Negara miskin dengan ekonomi paling liberal di dunia. Akibatnya sistem ekonominya tetap memelihara krisis tahun 1997/1998, karena melemahkan kekuatan-kekuatan ekonomi domestiknya sendiri untuk selamanya, menganak-tirikan sektor pertanian dan meninggalkan industrialisasi nasional. Tanpa mendahulukan pemain-pemain sektor riil rakyat yang kuat, di mana kita bicara mengenai jutaan unit petani-petani kecil dan jutaan unit industri-industri kecil, maka krisis adalah kanker di dalam sistem ekonomi Indonesia.
Datangnya krisis global maha dahsyat sekarang ini (2008), maka Indonesia akan terkena sapuan yang lebih hebat lagi. Nampaknya Tuhan tidak rela Indonesia ini dipimpin terus oleh sebuah rezim Neo-Orba, sehingga akan dibuat kembali krisis dahsyat sampai munculnya sebuah pemerintahan baru yang pro-rakyat dan pro-demokrasi sejati. Nampaknya krisis saat ini adalah sebuah momentum bagi gerakan pro-demokrasi dan pro-rakyat untuk kembali menempatkan agenda reformasi total ke dalam sistem ekonomi dan politik Indonesia. Harus ada perombakan besar-besaran atas sistem mega-koruptif ini, bila bangsa Indonesia ingin menjadi bangsa yang jaya dan bermartabat lagi. Harus ada perubahan total atas sistem ekonomi neo-liberal menjadi ekonomi kerakyatan populis yang konsisten dengan amanat pasal 33 UUD 45.
Mudah-mudahan inilah momentumnya. Pemilu tahun depan (2009) mudah-mudahan akan menghasilkan sebuah ‘kejutan’ bagi transisi yang lebih terarah pada demokrasi ekonomi dan demokrasi sejati yang kita dambakan. Krisis global akan lebih mudah diatur bila Indonesia kembali pada kedaulatan ekonominya, ekonomi yang mandiri dan berdiri di atas kaki sendiri, sebagaimana negeri-negeri Brazil, Russia, India dan China (BRIC) sekarang. ***( Doank)

2 komentar:

  1. masalah terberat kita bukan saja terletak pada masalah krisis itu, akan tetapi masalah terbesar kita adalah pada kelanggkaan aktivis disaat masalah-masalah itu terjadi

    BalasHapus
  2. KABAR BAIK! KABAR BAIK!

    Untuk mengenalkan diri dengan benar,
    Ibu saya SUSAN dari [SUSAN BOWMAN LOAN COMPANY]

    Saya adalah pemberi pinjaman swasta, perusahaan saya memberikan pinjaman segala jenis dengan suku bunga 2% saja. Ini adalah kesempatan finansial di depan pintu Anda, terapkan hari ini dan dapatkan pinjaman cepat Anda.

    Ada banyak di luar sana yang mencari peluang atau bantuan keuangan di seluruh tempat dan tetap saja, tapi mereka tidak dapat mendapatkannya. Tapi ini adalah kesempatan finansial di depan pintu Anda dan dengan demikian Anda tidak bisa melewatkan kesempatan ini.
    Layanan ini membuat individu, perusahaan, pelaku bisnis dan wanita.
    Jumlah pinjaman yang tersedia berkisar dari jumlah pilihan Anda untuk informasi lebih lanjut hubungi kami melalui email:

    Susanbowmanloancompany@gmail.com

    BalasHapus